Polisi yang Disebut Gugur dalam Tsunami Aceh 2004 & Ternyata di RSJ Diperiksa DNA, Rekan 'Takut'
TRIBUNMATARAM.COM - Bencana tsunami yang melanda Aceh 2004 silam menjadi yang paling besar sepanjang sejarah Indonesia.
Dalam insiden itulah, seorang polisi bernama Baharaka Asep dinyatakan hilang dan meninggal dunia.
Namun, siapa sangka setelah 17 tahun berlalu, Baharaka Asep ditemukan dalam kondisi mental down di sebuah rumah sakit jiwa.
Ini kisah Baharaka Asep selengkapnya dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com dengan judul "Polisi yang Hilang Saat Tsunami Aceh Ditemukan di RSJ, Polda Lakukan Penelusuran"
Seorang pria diduga polisi Baharaka Asep dari Resimen II Pelopor Angkatan 351 99/00 yang dinyatakan hilang pasca-tsunami 2004 lalu kini ditemukan sebagai salah satu pasien Rumah Sakit Jiwa Zainal Abidin Banda Aceh.
Video pertemuan anggota Polda Aceh yang mengaku seangkatan dengan Asep di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh viral di media sosial sejak Rabu (17/03/2021).
Dalam rekaman video berdurasi 00.12 detik itu tampak rekannya terlihat sangat bergembira saat menyampaikan informasi ke rekan polisi seangkatan Letting 351.
"Alhamdulillah Asep Letting kita telah ditemukan, namun pasien yang diduga Baharaka Asep oleh rekannya itu tampak terlihat bingung tanpa ekspresi karena Asep merupakan pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, sejak Rabu siang RSJ Zainal Abidin Banda Aceh, mulai ramai didatangi anggota Brimob Polda Aceh.
Namun saat Kompas.com ingin mengonfirmasi terkait pria yang diduga Asep, sejumlah anggota polisi yang berada di halaman RSJ menghindar lantaran takut keliru memberikan informasi.
"Ini informasinya belum pasti, harus dicek DNA dan dicocokkan dulu dengan keluarganya, kami belum dapat memberikan informasi," kata salah satu anggota Brimob saat ditemui wartawan di halaman RSJ Zainal Abidin Banda Aceh.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy saat dikonfirnasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp membenarkan pihaknya mendapat informasi seorang pasien di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh diduga seorang personel Polri dari Brimob Resimen I Kedung Halang Bogor Bharaka Zainal Abidin alias Asep yang di-BKO ke Aceh dan dinyatakan hilang pada saat gempa bumi dan tsunami 2004 lalu.
Winardy mengatakan, informasi mengenai pasien RSJ yang diduga personel Polri tersebut berawal dari kabar yang beredar melalui pesan di grup WA personel Polri. Selanjutnya personel Polda Aceh melakukan kroscek ke RSJ, Banda Aceh.
"Lebih lanjut informasi yang didapat dari pihak RSJ, pasien yang diduga Bharaka Zainal Abidin alias Asep mulai dirawat di Rumah Sakit itu sejak tahun 2009 lalu dan (pihak rumah sakit) sempat mengantar kembali ke Desa Fajar, Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya, tapi warga setempat tidak mau menerimanya, sehingga akhirnya dibawa kembali ke RSJ Banda Aceh," kata Winardy melalui WhatsApp.
Ia menyatakan, untuk memastikan bahwa pasien yang sedang dirawat di RSJ ini benar Bharaka Zainal Abidin alias Asep personel BKO Resimen I Kedung Halang Bogor yang hilang atau meninggal pada saat tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu, pihaknya akan menemui keluarganya di Jawa Barat dan berkoordinasi dengan kesatuan dinasnya.
"Selanjutnya kepada pasien ini juga akan dilakukan tes DNA, sidik jari, dan pengenalan tanda lahir lainnya," katanya.
Fakta Tsunami Aceh
Tepat 26 Desember 2004 lalu, gempa besar dengan magnitudo 9,3 mengakibatkan tsunami yang melanda wilayah Aceh.
Kala itu, masyarakat Aceh yang wilayahnya masih bernama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merasakan kepedihan mendalam akibat kehilangan keluarga, kerabat, tetangga, dan teman dekat.
Berikut sejumlah fakta pasca-peristiwa tersebut yang berhasil dihimpun Kompas.com dengan judul "5 Fakta Gempa dan Tsunami Aceh, Tragedi yang Terjadi 15 Tahun Lalu..."
1. 167.000 orang meninggal dan hilang
Melansir data Bank Dunia, jumlah korban mencapai 167.000 orang, baik itu yang meninggal dunia maupun hilang. Selain itu, tak kurang dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Jumlah korban jiwa itu belum termasuk korban tsunami di wilayah lain.
Seperti diketahui, tsunami di Aceh diakibatkan gempa dangkal di laut bermagnitudo 9,3, yang jaraknya sekitar 149 kilometer dari Meulaboh.
Secara keseluruhan ada 14 negara yang terkena dampak tsunami dengan jumlah korban mencapai 230.000 jiwa.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono pun menetapkan tiga hari masa berkabung pasca kejadian pada 26 Desember 2004 silam.
2. Pusat ambil alih
Pasca-kejadian, kendali pemerintahan di Aceh diambil alih pemerintah pusat.
Hal itu berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2004 tentang Langkah-langkah Penanganan Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami di Provinsi NAD dan Sumatera Utara.
Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, dalam instruksi itu disebutkan seluruh pejabat eselon I Departemen Dalam Negeri (Depdagri) harus melakukan dukungan langkah-langkah komprehensif untuk bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut).
Langkah itu meliputi penanganan darurat, pemulihan mental, rehabilitasi, serta dukungan penyelenggaraan pemerintah daerah (pemda) terutama di NAD.
Untuk itu dibentuk Tim Asistensi Pemulihan Pemda NAD dan Sumut yang beranggotakan pejabat eselon I dan II. Dalam pelaksanaannya, tim asistensi dibantu para praja tingkat III (nindya praja) dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
3. Gempa terbesar
Tsunami Aceh terjadi akibat interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Interaksi ini menimbulkan gempa bermagnitudo 9,3 di dasar laut pada kedalaman 10 kilometer.
Besarnya magnitudo tersebut menjadikan gempa ini sekaligus sebagai bencana paling mematikan di abad modern.
Tak sampai di sana. Sebelum gempa terjadi, juga diikuti gempa sebelumnya dengan durasi antara 8-10 menit, yang sekaligus menorehkan sejarah tersendiri.
4. Gelombang tinggi
Setelah rentetan gempa panjang, permukaan air laut sempat surut. Hal itu menjadi tanda permulaan sebelum tsunami menerjang wilayah pesisir pantai.
Dengan kecepatan gelombang hampir 360 kilometer per jam, tinggi tsunami Aceh diperkirakan mencapai 30 meter.
Hal itu sama saja seperti tinggi 17 kali dari tinggi rata-rata orang dewasa dengan ketinggian rata-rata 170 sentimeter bila berdiri sejajar ke atas.
Namun, ketinggian gelombang ini tidaklah sama untuk semua wilayah.
5. Puluhan triliun rupiah
Pemerintah saat itu menaksir kerugian akibat tsunami mencapai puluhan triliun. Hal itu lantaran porak-porandanya ratusan ribu rumah serta fasilitas umum dan sosial masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah akhirnya melakukan pinjaman ke Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Menteri Pekerjaan Umum saat itu, Djoko Kirmanto menyatakan, pemerintah telah menetapkan tiga tahap program pembenahan Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) pascagempa.
Pertama, program tanggap darurat yang dilakukan sampai akhir tahun 2005.
Kedua, program rehabilitasi yang dimulai sejak pertengahan tahun 2005 sampai pertengahan tahun 2006.
Ketiga, program rekonstruksi yang dikerjakan sampai akhir tahun 2009.
(Kompas.com/ Kontributor Kompas TV Aceh, Raja Umar/Dani Prabowo/Bayu Galih)
0 Response to "Polisi yang Disebut Gugur dalam Tsunami Aceh 2004 & Ternyata di RSJ Diperiksa DNA, Rekan 'Takut'"
Posting Komentar